HADITS NO. 381
Syarah Al-Lu’Lu’ Wal Marjan
“Keutamaan Shalat Berjamaah dan Ancaman Keras Bagi Yang Meninggalkannya”
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i/Sahabat yang di Rahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
Hadits diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar radhiallahu'anhu ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً))
”Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, "Salat berjamaah lebih utama dibandingkan salat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat."
(Shahih Bukhari No: 609, Kitab: Adzan, Bab: Keutamaan shalat berjama'ah)
Syarah Hadits:
Pertama: Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah atas shalat sendirian. Perbedaan pahalanya adalah dua puluh tujuh derajat. Sehingga sangat disayangkan jika shalat berjamaah yang penuh dengan pahala melimpah ini kita tinggalkan begitu saja.
Kedua: Para ulama berbeda pendapat dalam menggabungkan Hadits Ibnu Umar yang menyatakan perbedaannya dua puluh tujuh derajat dengan Hadits Abu Hurairah yang menyatakan perbedaannya dua puluh lima derajat.
Kelompok pertama dari ulama berkata: Nabi ﷺ menjelaskan pada setiap waktu, keutamaan apa pun yang diwahyukan Allah kepada beliau. Maka Nabi ﷺ menyampaikan kepada kita sebagaimana wahyu yang beliau dapat itu. Yang pertama kali diwahyukan kepada beliau, Shalat berjamaah lebih utama atas shalat sendirian dengan dua puluh lima derajat. Tapi jumlah 25 ini menurut kebanyakan ulama tidak ada maknanya. Setelah itu beliau mendapat wahyu lagi yang menyatakan adanya tambahan. Yakni menjadi 27 derajat.
Sebagaimana beliau menjelaskan pada Hadits berikut:
((أَنَّ مَنْ مَاتَ لَهُ ثَلاَثَةْ مِنَ الْوَلَدِ لَمْ تَمَسَّهُ الناَّرُ)). ثُمَّ سُئِلَ عَنِ الاِْثْنَيْنِ، فَقَالَ: ((وَاثْنَانِ)) ثُمَّ سُئِلَ عَنِاْلوَاحِدِ، فَقَالَ : ((وَالْوَاحِدُ))
”Bahwa siapa pun yang ditinggal wafat tiga orang dari anaknya, tidak akan tersentuh api Neraka." Kemudian beliau ditanya: Bagaimana jika yang meninggal adalah dua anaknya? Beliau menjawab: "Juga yang ditinggal wafat dua anaknya." Beliau ditanya lagi, Bagaimana jika yang meninggal adalah satu anakya? Beliau menjawab: "Dan yang ditinggal mati satu anaknya." (Musnad Ahmad no. 14285 dan Ibnu Hibban no. 2946)
Jadi jumlah di sini tidak ada maknanya. Sebagaimana beliau juga menyampaikan dalam Hadits di bawah ini:
((أَنَّ صِيَام ثَلاَ ثَةِ أَ يَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ يَعْدِلُ صِيَامَ الدَّهْرِ))
"Bahwa puasa tiga hari pada setiap bulan sebanding puasa satu tahun”. (Shahih Bukhari no. 3418 dan Shahih Muslim no. 2786 dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash)
Kemudian Nabi ﷺ memberitahu Abdullah bin Amu bin al-Ash jika dia berpuasa satu hari dalam sebulan atau dua hari maka baginya sisa pahala dari tiga hari itu.
Di sisi lain, al-Kitab menjelaskan bahwa satu kebaikan dibalasi sepuluh kali lipatnya. Sementara as-Sunnah menjelaskan bahwa satu kebaikan dilipat gandakan menjadi tujuh ratus lipat hingga berlipat-lipat yang banyak. Dan in juga disebutkan dalam al-Kitab (Ibnu Rajab, Fathul Baari, 4/31) Intinya: Jumlah di sini tidak ada maknanya.
Kelompok kedua dari ulama berkata: Shalat jamaah ini pahalanya memang berbeda-beda. Kemudian merela berselisih pendapat. Di antara mereka mengatakan, Pahalanya berbeda ketika seseorang menyempurnakan shalat, mengerjakan sesuai haknya, dan mengerjakannya dengan Khusyu', pendapat ini dirajihkan oleh Musa al-Madini. Tapi shalat sendirian juga berbeda-beda pahalanya tergantung kepada perkara di atas.
Ada pula yang mengatakan, Pahala shalat berjamaah bisa berbeda jika seseorang mengerjakannya dengan berjalan ke Masjid, jika jamaahnya semakin banyak, jika seseorang berjalan ke Masjid dengan kondisi suci, segera berangkat ke Masjid, duduk di shaf terdepan dan duduk di sebelah kanan imam atau di belakangnya, juga dengan mendapati takbiratul ihram bersama imam, bisa mengucap aamin bersama imam, dan menunggu iqamat shalat.
Dengan demikian pahala jamaahnya menjadi sangat
sempurna, berbeda dengan yang berjamaah tapa perkara-perkara di atas. Ini pendapat Abu Bakr al-Atsram serta lainnya, dan inilah pendapat yang lebih tepat karena dikuatkan oleh Hadits berikut:
((وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ))
”Demikian itu karena bila dia berwudu dengan menyempurnakan wudunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, 'Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia.' Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti palaksanaan shalat (iqamat)". (Shahih Bukhari no. 611, Kitab: Adzan, Bab: Keutamaan Shalat berjamaah).
Berdasarkan Hadits ini maka shalat jamaah bisa semakin
berlipat pahalanya melebihi dua puluh lima derajat.
Kelompok ketiga dari ulama berkata: Perbedaan derajat ini
bisa karena kemuliaan waktu seperti Bulan Ramadhan, sepuluh
pertama Bulan Dzul Hijah dan Hari Jumat. Karena itu Abdullah bin
Umar radliyallahu anhu berkata:
((اَفْضَلُ الصَّلَوَاتِ عِنْذَ اللّٰهِ صَلاَةُ الصَّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ))
_"Shalat yang paling utama di sisi Allah adalah shalat subuh
pada Hari Jumat."_
Hadits ini diriwayatkan secara marfu' dan mauquf. Tapi yang
shahih adalah mauquf sebagaimana dikatakan ad-Daruguthni (Ibnu Rajab, Fathul Baari, 4/32)
Shalat berjamaah juga menjadi berlipat derajatnya dengan
kemuliaan tempat. Seperti shalat di Masjidil Haram, Masjid Nabawi,
dan Masjidil Aqsha sebagaimana disabdakan Nabi ﷺ:
((صَلَاةٌ فِيهِ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا مَسْجِدَ الْكَعْبَةِ))
”Satu Salat di dalamnya lebih utama daripada seribu salat di masjid lain selain Masjid Ka'bah (Masjidil Haram)"
(Shahih Muslim no. 2474, Kitab: Haji, Bab: Keutamaan Shalat di Masjid Madinah dan Makkah).
Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu dari ﷺ beliau bersabda:
((صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ بِصَلَاةٍ وَصَلَاتُهُ فِي مَسْجِدِ الْقَبَائِلِ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ صَلَاةً وَصَلَاتُهُ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُجَمَّعُ فِيهِ بِخَمْسِ مِائَةِ صَلَاةٍ وَصَلَاتُهُ فِي الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى بِخَمْسِينَ أَلْفِ صَلَاةٍ وَصَلَاتُهُ فِي مَسْجِدِي بِخَمْسِينَ أَلْفِ صَلَاةٍ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ))
”Salat seorang laki-laki di rumahnya sebanding dengan satu salat, salatnya di masjid kabilahnya sebanding dengan dua puluh lima salat, salatnya di masjid jami' sebanding dengan seratus salat, salatnya di masjid Al Aqsha sebanding dengan seribu salat, salatnya di masjidku sebanding dengan lima puluh ribu salat, dan salat di Masjidil Haram sebanding dengan seratus ribu salat."
(Sunan Ibnu Majah no. 1403, Kitab: Mendirikan Shalat dan Sunnah yg ada di dalamnya, Bab: Shalat di Masjid Jami’).
Hadits ini dhaif, karena di dalamnya terdapat Zuraiq al-
Alhaani dia perawi yang tidak bisa dijadikan hujjah, juga Abul Khattab ad-Dimasyqi, dia seorang perawi yang munkar. Sebagaimana dikatakan Ibnul Mulaqqin dalam "Al-Badr Al-Munir" (9/514).
Namun Hadits ini maknanya shahih. Dibenarkan oleh riwayat lain yang menyatakan:
((إِنَّ صَلَاةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى))
"Sesungguhnya shalat seseorang yang berjamaah dengan satu orang, adalah lebih baik daripada shalat sendirian. Dan shalatnya bersama dua orang jamaah, adalah lebih baik daripada shalat bersama seorang jamaah. Semakin banyak jamaahnya, maka semakin dicintai oleh Allah Ta'ala." (Sunan Abu Daud, no. 467, Kitab: Adzan, Bab: Keutamaan Shalat Berjamaah)
Allahu A'lam bishshawaab.
Sukseskan Gerakan:
1. Takbiratul Ihram Bersama Imam, Minimal Tidak Masbuq.
2. "REBUTLAH" SHAF PERTAMA
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Dinukil oleh: Alfaqir illallah Mangesti Waluyo Sedjati
(Ketua KBIHU Baitul Izzah, Sidoarjo ; Hp/WA: 0811.320.177).
REFERENSI :
1. Al-Lu’Lu’ Wal Marjan, Penulis, Muhammad Fuad Abdul Baqi. Penyusun Syarah: H. Wafi Marzuqi Ammar, Lc., M.Ag., Ph.D.
(gwa-pk/mws).