50 Faidah Dari Kisah Luqman Al-Hakim

50 Faidah  Dari Kisah Luqman Al-Hakim

Link Group Wa Media Dakwah Mushaira
bit.ly/GroupKajianIkhwan
bit.ly/GroupKajianAkhwat

 50 FAIDAH DARI KISAH LUQMAN AL-HAKIM[1]

Oleh
Prof. Dr. ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdil-Muhsin Al-‘Abbaad

lanjutan

Pembahasan tentang ayat-ayat yang penuh berkah ini yaitu dengan menyebutkan sejumlah faidah yang tersimpulkan dari ayat-ayat yang mulia tersebut. Dalam waktu singkat, saya telah berhasil mengumpulkan 50 faidah. Saya sangat mengharapkan semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan manfaat kepada kita dari faidah-faidah tersebut dan memberikan taufik-Nya kepada kita untuk dapat benar-benar mengambil faidah dari wasiat-wasiat yang penuh hikmah dan berkah ini.


???? Faidah Pertama :

Sesungguhnya hikmah itu adalah pemberian dan anugerah dari Rabb yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada para hamba yang dikehendaki-Nya. Ini terfahami dari firman-Nya Azza wa Jalla :


وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ

Dan sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada Luqmân

Jadi, hikmah itu adalah karunia Allâh yang diberikan kepada para hamba yang dikehendaki-Nya saja, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :


يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا


Allâh menganugerahkan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dianugerahi hikmah, maka dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. [al-Baqarah/2:269]

Oleh karena itu, barangsiapa ingin diberi taufîq untuk mendapatkan al-hikmah itu dan ingin diberikan kebaikan, maka hendaklah dia memintanya kepada Allâh Azza wa Jalla . Karena semua kebaikan dan keutamaan berada di tangan Allâh Azza wa Jalla . Dia Subhanahu wa Ta’ala memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya

Kebaikan itu tidak akan didapatkan kecuali dengan bersikap jujur kepada Allâh Azza wa Jalla , menghadap kepada-Nya dengan baik, mengerjakan ketaatan kepada-Nya dan memohon taufîq kepada-Nya dan bersandar kepada-Nya dalam usahanya untuk mendapatkan kebaikan tersebut. Sesungguhnya hidayah dan taufiiq tersebut berada di tangan-Nya dan tidak ada serikat bagi-Nya.



???? Faidah Kedua :

Sesungguhnya untuk bisa mendapatkan al-hikmah, ada sebab-sebab yang harus dilakukan oleh seorang hamba. Barangsiapa memperhatikan kisah Luqmân dan kehidupannya, niscaya dia akan dapati bahwa Luqmân itu seorang hamba yang shaleh. Dia beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , taat kepada-Nya dan memiliki hubungan yang baik dengan Rabb-nya.

Disebutkan dalam biografinya, sebagaimana disebutkan oleh al-hâfidzh Ibnu Katsîr rahimahullah dan para Ulama lainnya[3], bahwa dia adalah orang yang rajin beribadah, taat kepada Allâh dan jujur. Dia sedikit berbicara, banyak berpikir dan bertadabbur. Dia mengambil faidah dari majlis-majlis kebaikan dan dia menganjurkan (orang lain) untuk mengambil faidah dari majlis-majlis kebaikan tersebut. Dia sering meminta pendapat ahli ilmu dan mengambil faidah dari mereka.

Yang terpenting adalah pengorbanan seorang hamba untuk mengerjakan sebab-sebab yang bisa mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla bisa menjadi sarana untuk meraih kebaikan dan keberuntungan serta akan mendatangkan hikmah. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ


Bersemangatlah untuk mengerjakan yang bermanfaat untukmu dan mintalah pertolongan kepada Allâh[4]


Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :


إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَالْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ، ومَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ، وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوْقَهُ


Sesungguhnya (untuk mendapatkan) ilmu harus dengan belajar dan (untuk mendapatkan) kesabaran harus dengan melatihnya. Barangsiapa berusaha mendapatkan kebaikan, maka akan diberikan kepadanya. Barangsiapa berusaha mengindari keburukan, maka akan dijauhkan darinya. [5]

Oleh karena itu, seorang hamba harus mengerjakan sebab untuk mraih al-hikmah dan tidak hanya berkata, “Ya Allâh ! Berikanlah kepadaku hikmah!” atau berkata, “Ya Allâh ! Sesungguhnya saya memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh” tanpa mengerjakan sebab-sebab (untuk memperolehnya). Allâh Azza wa Jalla berfirman :


فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِۗ

Maka ibadahilah Dia dan bertawakkallâh kepada-Nya [Hûd/11:123]

Dan firman-Nya, yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” [al-Fatihah/1:5]



???? Faidah Ketiga :

Pentingnya mensyukuri nikmat Allâh Azza wa Jalla dan besarnya pengaruh syukur terhadap kelanggengan dan perkembangan suatu kenikmatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :


وَلَقَدْ اٰتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ


Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al-hikmah kepada Luqmân, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allâh”

Sebuah kenikmatan jika disyukuri maka dia akan langgeng, apabila tidak disyukuri maka dia akan lenyap. Oleh karena itu, sebagian Ulama menamai syukur dengan al-hâfidzh (penjaga) dan al-jâlib (pencari/penarik), karena syukur dapat menjaga kenikmatan yang ada dan mencari kenikmatan yang hilang. Allâh Azza wa Jalla berfirman :


وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ


Dan (ingatlah juga), tatkala Rabb-mu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu’ [Ibrahim/14:7]


Pada ayat di atas Allâh berfirman, (أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ) “Bersyukurlah kepada Allâh !” maksudnya adalah bersyukur atas kenikmatan, pemberian dan kedermawanan-Nya kepadamu. Diantara bentuk kedermawaan Allâh Azza wa Jalla kepada hamba-Nya yang shaleh ini (Luqman) adalah dengan memberikan kepadanya al-hikmah dan memberinya taufîq untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shaleh. Ayat itu juga menunjukkan bahwa seorang hamba yang diberi taufîq untuk mendapatkan ilmu, bisa beramal dan menjalankan kebaikan, dia wajib selalu dan selamanya bersyukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dia wajib mengakui dan menyadari kenikmatan, keutamaan, hidayah (petunjuk) dan taufîq Allâh yang telah diberikan kepadanya.

???? Faidah Keempat

Sesungguhnya mensyukuri nikmat dilakukan dengan hati, lisan dan perbuatan kita. Ketiganya digabungkan dalam Firman Allâh Azza wa Jalla : (أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ) “Bersyukurlah kepada Allâh !”

Barangsiapa diberikan hikmah, ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shaleh, maka cara bersyukur dengan hatinya yaitu dengan mengakui kenikmatan al-Mun’im (Yang Maha Pemberi Kenikmatan); kemudian dengan lisannya, dia menyanjung, memuji dan bersyukur kepada Allâh; Lalu bersyukur dengan perbuatannya yaitu dengan mentaati-Nya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا


Beramallâh Hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allâh ). [Saba’/34:13]

Oleh karena itu, seorang hamba harus mengerjakan amalan-amalan shaleh, bersemangat untuk mengerjakan ketaatan dan menggunakan kenikmatan tersebut pada jalan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla .

????????????????????????????????????????,???????????????????????? ????????????????????

Referensi :
 https://almanhaj.or.id/69544-50-faidah-dari-kisah-luqman-al-hakim1.html