Posisi Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Dalam UUD 1945 Hasil Amandemen

Posisi Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Dalam UUD 1945 Hasil Amandemen Foto: Ilustrasi.

Oleh: Rizal Aminuddin

MPR dalam sidang amandemen UUD 1945 terakhir telah menetapkan perubahan IV (terakhir) yang salah satu ditetapkan adalah UUD 1945 yang diamandemen tersebut adalah UUD 1945 yang diberlakukan kembali oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Adapun isinya sebagai berikut :

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia  menetapkan:
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat; ….

Dengan demikian posisi Piagam Jakarta 22 Juni 1945 tetap seperti semula sebagaimana dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dalam konsiderannya berbunyi “Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut”

Hal ini dimaknai bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945 hasil amandemen.

Tentu saja hal demikian itu mempunyai implikasi konstitusional  ketika Pemerintah membuat kebijakan dan pembentukan segala peraturan perundangan yang bersumber syariah Islam.

Itu sebabnya patut memberikan apresiasi kepada Hamdan Zoelva anggota PAH I Badan Pekerja MPR dari Fraksi Partai Bulan Bintang yang telah menjadi bagian dan turut serta mendraft “Tap terakhir amandemen UUD 1945” setelah usulan amandeman Pasal 29 ayat (1) yang memasukkan 7 kata Piagam Jakarta oleh Fraksi Partai Bulan Bintang ditolak oleh MPR.

Tap terakhir amandemen huruf (a) tersebut tidak mengurangi arti sikap terakhir Fraksi Partai Bulan Bintang mengenai amandeman Pasal 29 ayat (1) yang akan memasukkan 7 kata Piagam Jakarta. Hal itu sejalan dengan kaidah ushul fiqh “maa laa yudraku kulluhu la yutraku kulluhu (apa yang tidak bisa diraih semuanya, tidak boleh ditinggalkan semuanya)”

Sebagai catatan, bahwa menggelorakan, membicarakan dan memperdebatkan kembali Piagam Jakarta 22 Juni 1945 bukanlah hal yang tabu karena itu merupakan pemikiran dan warisan resmi para pendiri bangsa sebagaimana pendapat Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, begitu pula menurut Prof. Dr. Atip Latipulhayat, SH. (Guru Besar Hukum Universitas Pajajaran) bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 merupakan “unfinished business” – urusan yang belum selesai dalam bangsa Indonesia dan akan selalu dibincangkan. Demikian pendapat mereka berdua dalam Diskusi bertajuk “Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sejarah dan Implikasi Konstitusionalnya Bagi Masa Depan Indonesia”

Wallahu a’lam

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3000765136819315&id=100006575741316

(gwa-kbddjt).