Ada Zionisme Di Sekolah Kita

Ada Zionisme Di Sekolah Kita Aksi demo mendudung Palestina dan mengutuk Zionis. (ist).


Oleh: Dr. Ahmad Musyaddad
(Pemerhati Isu-isu Pendidikan dan Keumatan)

Hari ini saya membersamai si Sulung belajar untuk persiapan menghadapi ujian pekan depan. Sulungku kelas 5 SD di salah satu Sekolah Indonesia di Luar Negeri. Saat mendiskusikan materi PAI (Pendidikan Agama Islam) dengan buku paket yang diterbitkan oleh Kemendikbud, yang membahas kandungan surat at-Tin, saya dikagetkan dengan satu kalimat yang berbunyi, “Gunung Sinai terletak di Semenanjung Sinai, lintasan antara Tanah Mesir ke Israel, Arab dan Mesopotamia.” Saya berhenti di sini. Tidak melanjutkan lagi membahas materi-materi berikutnya. Belajar hari ini kami isi dengan diskusi tentang Israel dan Palestina.

Dalam kalimat tersebut, jelas penulis buku membatasi wilayah Semenanjung Sinai dengan empat teritorial, Mesir sebelah barat, Saudi Arabia sebelah selatan dan Israel hingga Mesopotamia sebelah timur. Pertanyaan saya, “Kenapa Israel, bukan Palestina?” Bagi saya, ini adalah kesalahan fatal dalam buku ajar PAI, di mana anak-anak kita diajak untuk mengenal Negara ilusi bernama Israel dan pada saat yang sama mereka dibuat lupa dengan Negara yang sah dan diakuai oleh NKRI, yaitu Palestina.

Kenapa kalimat tersebut dianggap salah? Kesalahan ini, menurut hemat saya karena tiga alasan:

Pertama, buku ajar atau buku paket yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mestinya dipahami sebagai proyek Negara. Oleh karena itu, seharusnya konten yang disajikan dalam buku ajar tersebut tidak berbenturan dengan cara pandang kita dalam bernegara. Secara konstitusi, Negara kita tidak membenarkan adanya penjajahan di muka bumi manapun. Dalam Undang-undang Dasar 1945 jelas disebutkan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini masih tercatat sebagai bagian dari Negara-negara yang tidak mengakui eksistensi dan kedaulatan Israel, karena penjajahan yang terus berlanjut, yang mereka lakukan terhadap penduduk Palestina.

Kedua, kalimat tersebut termaktub dalam konteks menjelaskan ayat al-Qur’an, yaitu surat at-Tin ayat kedua. Semestinya ketika menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an, penulis merujuk kapada kitab-kitab tafsir yang otoritatif, baik klasik maupun kontemporer. Jika merujuk kepada kitab-kitab tafsir, maka akan didapati bahwa Thur Sinin atau Gunung Sinai yang juga disebut Gunung Musa itu adalah gunung yang diberkahi yang terletak di Syam. Demikian disebutkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari. Negeri Syam itu sendiri saat ini mencakup, Suriah, Lebanon, Yordania dan Palestina. Begitu pula dalam Tafsir at-Tahrir wat Tanwir, Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa Gunung Sinai terletak di Semenanjung Sinai, yaitu padang sahara yang terbentang antara Mesir dan Negeri Palestina.

Ketiga, alasan kemanusiaan. Kezaliman dan kekejian yang dilakukan oleh Israel dengan membunuhi orang-orang lemah dari kalangan wanita, anak-anak, warga sipil, serta membombardir tempat-tempat suci dan fasilitas umum adalah tindakan yang jauh dari manusiawi. Hal inilah yang membuat Israel tidak patut mendapatkan tempat dalam buku-buku pelajaran kita dan tidak layak mendapatkan pengakuan dalam ruang pendidikan kita. Terlebih jika sampai termaktub dengan narasi pengakuan dalam buku Pendidikan Agama Islam.

Hemat saya, ada dua kemungkinan yang dapat menjelaskan kesalahan fatal tim penulis dalam buku ajar ini. Pertama, penulis memang meyakini eksistensi Israel sebagai Negara dan batas wilayahnya terbentang dikelilingi Libanon, Suriah, Yordania dan Mesir. Jika kemungkinan ini benar, maka artinya penulis terpapar paham Zionisme. Hal ini berbahaya bagi dunia pendidikan kita, sebab paham ini bertentangan dengan konstitusi dan kearifan lokal kita. Bung Karno pernah berujar, “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”

Kemungkinan kedua, penulis kurang cermat dalam mengambil refernsi dalam penyusunan buku PAI ini. Dugaan saya, referensi yang dirujuk adalah Google Map atau Wikipedia yang meletakkan Israel sebagai pengganti Negera Palestina. Jika hal ini benar, maka sebaiknya buku paket ini segera direvisi. Dan ini sekaligus menjadi pembelajaran kepada siapa saja yang diberikan tanggung jawab dan tugas untuk membuat buku ajar bagi peserta didik kita, agar cermat dalam memilih referensi, supaya generasi kita tumbuh dengan ilmu dan pengetahuan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Akhirnya, saya ingin memberikan pesan kepada segenap pihak, tim penulis, para guru PAI dan segenap peserta didik beserta orang tua, untuk mengajarkan kepada anak-anak bahwa Palestina adalah negeri yang terjajah, Masjidil Aqsa sedang tertawan, Zionis Yahudi adalah penjajah, dan tidak ada Negara yang bernama Israel.

(gwa-uzc).